Bagaimanapun sistem pendidikan Indonesia harus
selalu ditingkatkan setiap tahunnya. Pendidikan yang baik adalah pendidikan
yang membawa perubahan yang baik kepada objek pendidikan itu. Pendidikan kepada
seseorang harus dimulai sejak dini. Hal ini dimaksudkan agar anak bisa cepat
beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki wawasan yang luas ketika dewasa
nanti.
Rumah adalah tempat pendidikan pertama
dilangsungkan. Artinya, pendidikan yang dilakukan oleh keluarga akan membentuk
karakter seorang anak pada masa awal pertumbuhannya. Maka, pendidikan oleh
orangtua dan anggota keluarga yang lain menjadi sangat urgen untuk diindahkan
agar anak tidak terpengaruh lingkungan luar yang berbahaya. Perkembangan
intelektual dan emosional anak dimulai pada masa-masa dini.
Dengan demikian, rumah tangga dan keluarga
sebagai lingkungan pembentukan dan pendidikan karakter pertama dan utama harus
lebih diberdayakan. Sebagaimana disarankan Philips bahwa keluarga hendaklah
kembali menjadi school of love, sekolah untuk kasih sayang (Hamka Abdul Aziz:
2011) atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
Tema peringatan pada Hardiknas 2012 yaitu
pendidikan karakter, sungguh sangat tepat. Di saat kondisi masyarakat Indonesia
sudah gerah dengan tindakan-tindakan anarkisme, kriminalitas, dan tawuran dan
beberapa tindakan amoral lain yang antara lain banyak dilakukan pelajar
Indonesia, keadaan ini harus segera diperbaiki untuk mengubah nasib bangsa ini
ke depan. Dengan pendidikan karakterlah tindakan tidak beradab akan bisa
diatasi. Karakter seseirang harus dibentuk sejak dini.
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak. (Kamisa, 1997) Karakter juga bisa
diartikan sebagai kekuatan untuk bertahan di masa sulit. Karakter yang baik
diketahui melalui respon yang benar ketika kita mengalami tekanan, tatangan dan
kesulitan. Karakter tidak diciptakan namun dibentuk melalui proses. Nah, untuk
membinanya perlu pendidikan karakter.
Menurut Nurhikmah H Arsal, pakar pendidikan
Universitas Negeri Makassar (UNM), komponen dalam pendidikan karakter mencakup
knowing the good (moral knowing) atau pengetahuan untuk berbuat kebaikan.
Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek knowing the
good sebagai aspek pe-ngetahuan (kognitif), namun juga desiring the good atau
loving the good (moral feeling) atau mencintai moral, serta acting the good
(moral action) atau keinginan berbuat kebaikan. Tanpa itu semua, manusia akan
sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh suatu paham.
Pendidikan karakter melalui sekolah, tidak
semata-mata merupakan pembelajaran pengetahuan, tapi lebih dari itu, adalah
penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur dan lain
sebagainya. Hal ini sebenarnya telah dituangkan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang dengan tegas
menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya, undang-undang
menghendaki agar pendidikan sungguh-sungguh mampu membekali anak didik dengan
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
Ratna Megawangi, salah satu pencetus pendidikan
karakter di Indonesia, menyebutkan ada sembilan pilar nilai karakter yang layak
ditanamkan kepada anak. (1) Cinta Tuhan dan kebenaran, (2) Tanggung jawab,
kedisiplinan dan mandiri, (3) Amanah, (4) Hormat dan santun, (5) Kasih sayang,
kepedulian, dan kerja sama, (6) Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah,
(7) Keadilan dan kepemimpinan, (8) Baik dan rendah hati, serta (9) Toleransi
dan cinta damai. Kesembilan nilai karakter ini harus sudah mulai ditanamkan
kepada anak-anak sejak dini. Sehingga, anak-anak menjadi terbiasa
mempraktikkannya ketika dewasa nanti.
Peran Guru dan Masyarakat
Seorang guru adalah prototipe di hadapan anak
didiknya. Oleh karena itu, sebagai orang yang mentransformasikan pengetahun
kepada peserta didik, seorang guru harus membekali dirinya dengan kapabilitas
ilmu yang memadai. Tidak kalah pentingnya, kualitas moral seorang pendidik juga
harus dijaga. Ini bertujuan agar peserta didik bisa meniru dan menjadikan guru
yang mendidik dan mengajarnya sebagai patron dalam tindakan sehari-hari. Maka,
benarlah ungkapan Syarif Hidayatullah, pengelola Pesantren Kreatif Alkitabah,
yang menyatakan, "Guru yang berkarakter akan menghasilkan murid yang
berkarakter." Ini penting.
Namun di sisi lain, kita juga tidak boleh
melupakan suatu kenyataan bahwa sebenarnya pendidikan juga merupakan produk
masyarakat. Pendidikan bisa dipandang bukan hanya sebagai sebuah proses, tapi
juga interaksi sosial. Hal ini karena proses pendidikan tidak terjadi di ruang
hampa, tapi di sebuah realitas sosial yang bergerak dinamis dengan perubahan
yang sangat cepat. Lingkungan masyarakat yang baik akan membentuk nilai-nilai
moral dan karakter yang baik pula sehingga melekat pada diri anak. Dengan
demikian, guru dan masyarakat harus saling bersinergi untuk membentuk karakter
anak sejak masa awal proses pendidikan. Jika ini bisa dilaksanakan, maka 10-20
tahun ke depan, Indonesia akan dipenuhi dengan anak-anak bangsa yang memiliki
keseimbangan intelektual, emosional, dan spiritual.
Penulis adalah Nanang Qosim, S.Pd.I
Guru PAI dan Budi Pekerti SMA Negeri 15 Semarang