Nanang Qosim, S.Pd.I GPAI dan Budi Pekerti SMAN 15 Semarang |
Memperingati 1 Muharram/Sura menjadi sakralitas yang tidak bisa ditinggalkan oleh umat Islam, terutama di Indonesia. Bersamaan dengan itu, kita perlu belajar dengan mengingat peristiwa hijrah Nabi Muhammad Saw. Salah satu peristiwa besar dalam sejarah perjalanan umat Islam adalah hijrahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah. Peristiwa tersebut menjadi tonggak kemajuan peradaban umat Islam. Karena itu, pantas kita mengambil spirit hijrah untuk direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kembali pada sebuah sejarah, pesatnya kemajuan Islam tidak lain pada saat nabi pindah ke Madinah. Bidang keagamaan, sosial, budaya dan politik pada saat itu sangat berkembang pesat. Momen tersebut yang sangat bersejarah membuat khalifah Umar bin Khattab bersama sahabatnya menjadikan penanggalan Islam bermula dari saat hijrah nabi dari Mekkah ke Madinah.
Kesuksesan dakwah yang diniati dengan jihad fi sabilillah dengan berprinsip perjuangan kemanusiaan yang dilakukan nabi di Madinah menjadi hal yang tidak boleh dilupakan oleh umat Islam, dan umat manusia seluruh dunia. Terutama, dalam menerapkan konsep masyarakat madani yang menjadi acuan utama dalam membangun masyarakat modern dewasa ini. Kesuksesan nabi membangun masyarakat Madinah mendapat penghargaan luar biasa dari berbagai kalangan, agama-agama lain pun turut memberikan apresiasi atas dakwah yang disebarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Pelajaran Penting
Hijrah Nabi Muhammad Saw menjadi pelajaran penting di tengah gejolak persoalan bangsa yang tak banyak yang diselesaikan dengan baik. Sehingga penting bila negara Indonesia belajar tentang kepemimpinan Nabi Muhammad Saw dalam posisinya sebagai kepala negara di Madinah pada saat itu. Kepimimpinan Nabi Muhammad Saw menjadi perlu dijadikan kiblat utama untuk dijadikan bahan refleksi bagi kita semua dalam upaya turut serta menyelesaikan beragam problem yang menimpa bangsa dan negara tercinta ini, terutama masalah korupsi, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan konflik kekerasan yang mengatasnamakan agama yang hampir terjadi di mana-mana.
Permasalahan bangsa yang semakin akut sekarang ini jika dibiarkan, keberadaan masa depan bangsa Indonesia akan semakin bahaya dan mengancam keutuhan bangsa dan negara. Apalagi jika dilihat, kemajuan yang dicapai bangsa ini sangat rendah dan minim, terutama masalah politik. Indonesia yang dikenal punya segalanya, terutama sumber daya alamnya hanya dinikmati segelintir elit yang bermata duitan. Ditambah lagi, masih adanya sekelompok orang yang mau membuat konsep negara baru, negara Islam (khilafah), yang ujung-ujungnya tidak jelas ke mana arah tujuanya, namun yang jelas konsep tersebut telah mengkhiati perjuangan pada pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia musti berkaca dari sejarah kehijrahan nabi, karena didalamnya banyak nilai yang dapat menjadi pelajaran penting, utamanya bagi umat Islam di negeri tercinta ini. Dalam situasi negara yang membahayakan seperti sekarang, kita tidak akan rela jika negara yang dibangun oleh semangat kebersamaan menjadikan negara ini tidak punya arah yang jelas. Sehingga catatan penting dalam sejarah perjuangan nabi membentuk civil society (masyarakat madani) perlu segera diaktualisasikan di Indonesia.
Menurut etimologi, hijrah berarti berpindah. Artinya, hijrah berarti perpindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Jika dikontektualisasikan dengan hijrah keindonesian, berarti perpidahan keadaan negara yang terpuruk, akut ini menuju negara yang berdaulat dan berkadilan sesungguhnya, memberikan kenyamanan bagi rakyat Indonesia, melalui kesejahteraan ekonomi dan pemerataan pendidikan bagi anak bangsa yang merata.
Pernah nabi dalam haditsnya mengatakan, “Tidak ada lagi hijrah sesudah pembukaan Kota Mekkah, tetapi yang ada jihad dan niat tulus.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dari hadis tersebut dapat ditangkap aktualisasi nilai-nilai hijrah, dengan konotasi jihad dan niatan ikhlas (tulus).
Dalam konteks sekarang, umat Islam Indonesia terlihat berada dititik jihad paling parah, lemahnya berjihad melawan korupsi, kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan dan kekerasan. Problem ini harus menjadi cambuk umat Islam di Indonesia, melawan itu semua merupakan bentuk jihad modern yang perlu segera mendapat respons agresif dari umat Islam Indonesia. Jihad dalam Islam sangat beragam bentuknya, namun secara khusus umat Islam harus memfokuskan bahasan jihad dalam kontekstualisasinya membangun negara Indonesia yang berkedaulatan dan berkeadilan.
Bukan Sekadar Jihad
Memperingati Tahun Baru 1439 Hijriah di tahun ini bukan sekadar jihad biasa, atau perayaaan tahunan yang minim makananya bagi kehidupan kebangsaan. Hijrah Nabi Muhammad Saw menuju Madinah bukan sebatas perpindahan fisik nabi dan bukan pula karena rasa takut akan ancaman kafir Quraisy di Mekkah. Tetapi kehijrahan yang dilakukan nabi dan para sahabat nabi yang setia dan taat merupakan panggilan Ilahiah demi tegaknya agama tauhid, dengan misi rahmatallil’alamin (rahmat bagi seluruh alam), prinsip kemanusiaan itulah yang dibawa nabi.
Keberhasialan perjuangan Nabi Muhammad Saw dalam membentuk kerukunan dan kesejahteraan masyarakat Madinah perlu menjadi refleksi dan langkah nyata umat Islam, dengan konteks perjuangan melawan berbagai persoalan yang dihadapi Bangsa Indonesia sekarang, seperti kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, korupsi dan beragam kekerasan dalam beragama bentuk. Perlawanan tersebut merupakan bentuk kehijrahan umat Islam Indonesia dari situasi negara yang kian terpuruk seperti sekarang ini, menuju Indonesia Raya yang berkedaulatan dan berkeadilan, demi terciptanya kehidupan berbangsa-bernegara yang menyejahterakan.
Kemajemukan yang ada di Negara Indonesia menjadi hal yang sangat mendasar yang perlu dirawat dan diruwat, karena dari dahulu negara ini berdiri di atas keragaman agama, suku, budaya, dan ras. Serta kita perlu mengingat terus, bahwa Pancasila dan UUD 45 adalah bentuk lain dari Piagam Madinah, yang merepresentasikan nilai-nilai luhur Islam dalam setiap butir sila, pasal dan ayatnya.
Oleh karena itu, spirit dalam momentum Muharram tahun ini harus bisa memberikan nafas untuk hidup di negeri ini dengan damai dan tenteram. Jadi, bulan Muharram menjadi tidak sesuai kalau sekadar hijrah biasa, melainkan momentum untuk berbenah dan mengaktualisasikan substansi hijrah yang sesungguhnya.