Prof Amsar Kepala Balitbang Agama Kemenag RI menyampaikan pandangan dan apresiasi atas hasil penelitian Blas Semarang, 30 Maret 2017 di Hotel Laras Asri Salatiga
Sejumlah SMA Negeri favorit di beberapa kabupaten di Jawa Tengah dan DIY mengakui kecolongan adanya bibit-bibit paham radikal masuk ke sekolahnya melalui kegiatan Kerohanian Islam atau Rohis. Kegiatan pengajian yang digelar Rohis dengan mendatangkan mentor dari luar atau jaringan alumni, justru membawa paham agama yang tidak moderat.
Semula guru dan kepala sekolah tidak percaya adanya temuan tersebut. Namun setelah pemaparan hasil penelitian yang langsung dikroscek dengan mempertemukan siswa Rohis dengan sejumlah guru kemudian terkuak. Setelah ditelusuri, paham radikal masuk ke Rohis di sekolah-sekolah favorit itu justru melalui ikatan alumni atau mentor yang ada jaringan dengan Rohis. Kegiatan kehadiran mentor itu tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
Setelah menyadari hal itu, pihak sekolah memutus mata rantai doktrin-doktrin beragama yang radikal dengan cara melarang mentor masuk ke Rohis di sekolah.
Acara Seminar Hasil Penelitian Agama oleh Balai Litbang Agama Semarang (BLAS) di Laras Asri Hotel Salatiga yang digelar 29-31 Maret 2017 mengungkap banyak hal mengejutkan.
Seminar itu dihadiri sejumlah peneliti, akademisi, guru-guru agama SMA Negeri yang diteliti, Wakil Kepala Sekolah, Pejabat Kemenag dari beberapa kabupaten kota di Jateng, dan sebagainya. Termasuk Najahan Musyafak Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah, Aam Wibowo dari Forum Rohis Nusantara atau Fornusa.
Peneliti memaparkan hasil penelitian sekaligus kroscek dengan subjek yang diteliti apakah hal-hal yang ditemukan itu benar adanya sesuai fakta atau ada bantahan. Setelah dipaparkan panjang lebar oleh peneliti, beberapa akademisi memberikan tanggapan.
Najahan Musyafak dan Aam Wibowo diberi kesempatan sebagai panelis untuk mencermati hasil penelitian tersebut. Najahan Musyafak yang juga Wakil Ketua PWNU Jawa Tengah menilai infiltrasi atau masuknya paham-paham radikal ke generasi muda harus diwaspadai. Penelitian ini dilakukan pada 17 SMA Negeri favorit, yang tentu saja proses seleksi masuk ke sekolah tersebut sudah ketat dan pelajarnya adalah anak-anak pintar. Yang nantinya merekalah calon mahasiswa di perguruan tinggi favorit yang melahirkan banyak pemimpin di negeri ini.
DR Najahan Musyafak MA mengatakan, beberapa siswa mengidolakan tokoh-tokoh semisal Habib Rizieq atau lainnya, menginginkan negara berdasar agama, mengganti ideologi Pancasila dan sebagainya, adalah hal yang perlu diwaspadai. Meskipun itu baru pengajian di tingkat Rohis namun bisa membahayakan pandangan keagamaan di masa mendatang.
Seminar Hasil Penelitian Agama di Laras Asri Hotel Salatiga digelar 29-31 Maret 2017 oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang atau BLAS. Temuan itu cukup mengejutkan karena ada pemahaman dan sikap keagamaan siswa SMA Negeri di Jawa Tengah yang bersifat radikal.
DR Aji Sofanudin, MSi Peneliti Muda pada BLAS mengatakan, meski ada temuan mengejutkan terkait tokoh-tokoh idola yaitu Rizieq Shihab dan Bachtiar Nasir, namun mayoritas pelajar SMAN di Rohis setuju dengan Islam Washatiya atau Islam moderat di sekolah.
Pemahaman, sikap, dan tindakan keagamaan siswa yang bersifat radikal sudah diantisipasi oleh pihak sekolah. Sejak periode 2013/2014 sampai dengan 2017 ini, sekolah sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah masuknya paham-paham keagamaan ekstrim.
Secara praktis, upaya pencegahan dan penanggulangan paham ekstrim secara simultan bisa dilakukan melalui tiga domain; melalui domain keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pola pengasuhan keluarga yang tepat akan efektif untuk pencegahan ekstrimisme. Keluarga juga berperan dalam menghadirkan lingkungan yang sehat. Penanaman karakter kepada anak di level keluarga perlu didukung dengan basis pendidikan formal yang tepat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan sekolah ‘aman’ terhadap penyemaian dan aktivitas keagamaan ekstrim. Pemerintah dan masyarakat perlu menghadirkan Islam Wasathiyah (Islam Moderat) sebagai Islam yang “hidup” di lingkungan sekolah. Pemerintah perlu membatasi, mengawasi, dan mencegah paham Islam Sempalan yang masuk ke sekolah melalui Rohis.
Masih menurut Aji Sofanudin, upaya menangkal Islam Sempalan di sekolah bisa dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai elemen. Pertama, peningkatan peran guru agama atau pembina rohis di sekolah. Guru pendidikan agama Islam di sekolah merupakan ujung tombak pembelajaran agama di sekolah umum.
Oleh karena itu, peran guru agama dalam memberikan filter di sekolah cukup besar. Guru PAI perlu lebih aktif dalam memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap kajian-kajian agama yang dimotori siswa, baik menyangkut materi maupun narasumber atau mentor.
Peran kepala sekolah sebagai supervisor penting untuk menangkal paham ekstrim di sekolah. Kepala sekolah perlu melakukan supervisi terhadap seluruh guru dalam melakukan aktivitas pembelajaran. Bibit-bibit radikalisme bisa muncul secara leten oleh guru PAI ataupun guru-guru yang lain. Oleh karena itu, kepala sekolah juga perlu melakukan pengawasan terhadap kegiatan apapun yang melibatkan pihak luar sekolah.
Pemerintah terutama Pusat Perbukuan di Kemdikbud serta Lektur dan Khazanah Keagamaan di Kemenag agar melakukan seleksi yang ketat terhadap buku-buku yang beredar di masyarakat. Pemerintah perlu memberikan semacam labeling terhadap semua buku bacaan sekolah, misalnya dengan memberi tanda: buku hijau (aman), kuning (waspada), dan merah (bahaya). Termasuk konten bahaya adalah buku-buku yang mengajarkan ekstremisme baik ekstremisme kanan (radikalisme agama) maupun ekstremisme kiri (komunisme).


 
Top